Senin, 26 September 2011

Penutup Luka

Ilustrasi Penutup Luka

Adapun topik Pertolongan Pertama yang kita bahas adalah Penutup Luka. Tindakan ini sangat penting dalam mengatasi terjadinya luka terbuka atau perdarahan luar.

Secara defenisi Penutup Luka adalah suatu bahan yang diletakkan tepat di atas luka, mempunyai daya serap baik, ketebalan 2-3 cm, ukuran cukup besar untuk menutupi seluruh permukaan luka dan dapat mencegah keluar masuknya udara sehingga kelembaban organ dalam terjaga pada korban.
Penutup luka ini memiliki fungsi penting dalam mengatasi perdarahan yang terjadi pada luka luar yaitu;
  1. Membantu mengendalikan perdarahan.
  2. Mencegah terjadinya kontaminasi lebih lanjut.
  3. Mempercepat penyembuhan.
  4. Mengurangi rasa nyeri.
Sebagai awam atau masyarakat biasa tentunya masih bingung apa yang dapat dijadikan sebagai bahan penutup luka, apalagi jika melihat darah yang keluar dari luka terbuka yang dialami korban sangat banyak. Mungkin saja teman-teman akan sedikit panik dan kebingunan melihat hal itu sehingga proses Pertolongan Pertama terlambat dan dapat membahayakan nyawa korban.

Kalau hal di atas yang teman-teman temukan maka tidak perlu untuk panik atau bingung, tutuplah segera luka tersebut dengan bahan yang relatif bersih sebagai contoh adalah kasa steril atau kain bisa juga bahan lainnya yang dapat menyerap darah yang keluar dari luka sekaligus menghentikan perdarahan.

Ingat teman, jangan menggunakan bahan yang mudah melekat pada luka seperti kapas, tisu dan lain-lain serta perhatikan kalau menggunakan bahan penutup luka yang mengandung obat. Baca dahulu etiket yang ada pada bahan sebelum menggunakannya.

Itu saja dipagi hari ini yang dapat saya bagi tentang ilmu Pertolongan Pertama dengan teman-teman sekalian.

Jumat, 16 September 2011

Bantuan Hidup Dasar (BHD)


Jika pada suatu keadaan ditemukan korban dengan penilaian dini terdapat gangguan tersumbatnya jalan nafastidak ditemukan adanya nafas dan atau tidak ada nadi, maka penolong harus segera melakukan tindakan yang dinamakan dengan istilahBANTUAN HIDUP DASAR (BHD).

Bantuan hidup dasar terdiri dari beberapa cara sederhana yang dapat membantu mempertahankan hidup seseorang untuk sementara. Beberapa cara sederhana tersebut adalah bagaimana menguasai dan membebaskan jalan nafas, bagaimana memberikan bantuan penafasan dan bagaimana membantu mengalirkan darah ke tempat yang penting dalam tubuh korban, sehingga pasokan oksigen ke otak terjaga untuk mencegah matinya sel otak.

Penilaian dan perawatan yang dilakukan pada bantuan hidup dasar sangat penting guna melanjutkan ketahapan selanjutnya. Hal ini harus dilakukan secara cermat dan terus menerus termasuk terhadap tanggapan korban pada proses pertolongan.

Bila tindakan ini dilakukan sebagai kesatuan yang lengkap maka tindakan ini dikenal dengan istilah RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP).

Untuk memudahkan pelaksanaannya maka digunakan akronim A- B - C yang berlaku universal.

A = Airway control atau penguasaan jalan nafas
B = Breathing Support atau bantuan pernafasan
C = Circulatory Support atau bantuan sirkulasi lebih dikenal dengan Pijatan Jantung Luar dan menghentikan perdarahan besar
Setiap tahap ABC pada RJP diawali dengan fase penilaian :
penilaian respons, pernafasan dan nadi.

Penilaian respons.
Setelah memastikan keadaan aman (penilaian korban bag. 1), maka penolong yang tiba ditempat kejadian harus segera melakukan penilaian dini (penilaian korban bag. 2). Lakukan penilaian respons dengan cara menepuk bahu korban dan tanyakan dengan suara lantang.

Aktifkan sistem SPGDT
Di beberapa daerah yang Sistem Penanganan Gawat Darurat Terpadunya sudah berjalan dengan baik, penolong dapat meminta bantuan dengan nomor akses yang ada. Bila penolong adalah tim dari sistem SPGDT maka tidak perlu mengaktifkan sistem tersebut. Prinsipnya adalah saat menentukan korban tidak respons maka ini harus dilaporkan untuk memperoleh bantuan.

Airway Control (Penguasaan Jalan Nafas)
Bila tidak ditemukan respons pada korban maka langkah selanjutnya adalah penolong menilai pernafasan korban apakah cukup adekuat? Untuk menilainya maka korban harus dibaringkan terlentang dengan jalan nafas terbuka.
Airway control

Lidah paling sering menyebabkan sumbatan jalan nafas pada kasus-kasus korban dewasa tidak ada respons, karena pada saat korban kehilangan kesadaran otot-otot akan menjadi lemas termasuk otot dasar lidah yang akan jatuh ke belakang sehingga jalan nafas jadi tertutup. Penyebab lainnya adalah adanya benda asing terutama pada bayi dan anak.

Penguasan jalan nafas merupakan prioritas pada semua korban. Prosedurnya sangat bervariasi mulai dari yang sederhana sampai yang paling rumit dan penanganan bedah. Tindakan-tindakan yang lain kecil peluangnya untuk berhasil bila jalan nafas korban masih terganggu.

Beberapa cara yang dikenal dan sering dilakukan untuk membebaskan jalan nafas

a. Angkat Dagu Tekan Dahi :
Angkat Dagu Tekan Dahi
Teknik ini dilakukan pada korban yang tidak mengalami trauma pada kepala, leher maupun tulang belakang. Akan dijelaskan lebih lanjut disini.

b. Perasat Pendorongan Rahang Bawah (Jaw Thrust Maneuver)
Jaw Thrust Maneuver

Teknik ini digunakan sebagai pengganti teknik angkat dagu tekan dahi. Teknik ini sangat sulit dilakukan tetapi merupakan teknik yang aman untuk membuka jalan nafas bagi korban yang mengalami trauma pada tulang belakang. Dengan teknik ini, kepala dan leher korban dibuat dalam posisi alami / normal. Akan dijelaskan lebih lanjut disini.
Ingat : Teknik ini hanya untuk korban yang mengalami trauma tulang belakang atau curiga trauma tulang belakang

Pemeriksaan Jalan Nafas
Setelah jalan nafas terbuka, maka periksalah jalan nafas karena terbukanya jalan nafas dengan baik dan bersih sangat diperlukan untuk pernafasan adekuat. Keadaan jalan nafas dapat ditentukan bila korban sadar, respon dan dapat berbicara dengan penolong.

Perhatikan pengucapannya apakah baik atau terganggu, dan hati-hati memberikan penilaian untuk korban dengan gangguan mental.

Untuk korban yang disorientasi, merasa mengambang, bingung atau tidak respon harus diwaspadai kemungkinan adanya darah, muntah atau cairan liur berlebihan dalam saluran nafas. Cara ini lebih lanjut akan diterangkan pada halaman cara pemeriksaan jalan nafas.

C. Membersihkan Jalan Nafas

- Posisi Pemulihan
Bila korban dapat bernafas dengan baik dan tidak ada kecurigaan adanya cedera leher, tulang punggung atau cedera lainnya yang dapat bertambah parah akibat tindakan ini maka letakkan korban dalam posisi pemulihan atau dikenal dengan istilah posisi miring mantap.

Posisi ini berguna untuk mencegah sumbatan dan jika ada cairan maka cairan akan mengalir melalui mulut dan tidak masuk ke dalam saluran nafas. Penjelasan lebih lanjut disini.

- Sapuan Jari
Teknik hanya dilakukan untuk penderita yang tidak sadar, penolong menggunakan jarinya untuk membuang benda yang mengganggu jalan nafas. Penjelasan lebih lanjut disini

BREATHING SUPPORT (BANTUAN PERNAFASAN)
Bila pernafasan seseorang terhenti maka penolong harus berupaya untuk memberikan bantuan pernafasan.

Breathing Support
Teknik yang digunakan untuk memberikan bantuan pernafasan yaitu:
a. Menggunakan mulut penolong:
   1. Mulut ke masker RJP
   2. Mulut ke APD
   3. Mulut ke mulut / hidung

b. Menggunakan alat bantu:
Masker berkatup
    Kantung masker berkatup (Bag Valve Mask / BVM)

Frekuensi pemberian nafas buatan:
Dewasa              : 10 - 12 x pernafasan / menit, masing-masing 1,5 - 2 detik
Anak (1-8th)       : 20 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik
Bayi (0-1th)        : lebih dari 20 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik
Bayi baru lahir    : 40 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik

Bahaya bagi penolong yang melakukan bantuan pernafasan dari mulut ke mulut:
- Penyebaran penyakit
- Kontaminasi bahan kimia
- Muntahan penderita

Saat memberikan bantuan pernafasan petunjuk yang dipakai untuk menentukan cukup tidaknya udara yang dimasukkan adalah gerakan naiknya dada. Jangan sampai memberikan udara yang berlebihan karena dapat mengakibatkan udara juga masuk dalam lambung sehingga menyebabkan muntah dan mungkin akan menimbulkan kerusakan pada paru-paru. Jika terjadi penyumbatan jalan nafas maka lakukan kembali Airway Control seperti yang dijelaskan diatas.

Beberapa tanda-tanda pernafasan:
Adekuat (mencukupi)
- Dada dan perut bergerak naik dan turun seirama dengan pernafasan
- Udara terdengar dan terasa saat keluar dari mulut / hidung
- Korban tampak nyaman
- Frekuensinya cukup (12-20 x/menit)

Kurang Adekuat (kurang mencukupi)
- Gerakan dada kurang baik
- Ada suara nafas tambahan
- Kerja otot bantu nafas
- Sianosis (kulit kebiruan)
- Frekuensi kurang atau berlebihan
- Perubahan status mental

Tidak Bernafas
- Tidak ada gerakan dada dan perut
- Tidak terdengar aliran udara melalui mulut atau hidung
- Tidak terasa hembusan nafas dari mulut atau hidung

Teknik pemberian bantuan pernafasan akan dibahas lebih lanjut disini.

Bila menggunakan masker atau APD, pastikan terpasang dengan baik dan tidak mengalami kebocoran udara saat memberikan bantuan pernafasan.


CIRCULATORY SUPPORT (Bantuan Sirkulasi)
Tindakan paling penting pada bantuan sirkulasi adalah Pijatan Jantung Luar. Pijatan Jantung Luar dapat dilakukan mengingat sebagian besar jantung terletak diantara tulang dada dan tulang punggung sehingga penekanan dari luar dapat menyebabkan terjadinya efek pompa pada jantung yang dinilai cukup untuk mengatur peredaran darah minimal pada keadaan mati klinis.

Circulatory Support
Penekanan dilakukan pada garis tengah tulang dada 2 jari di atas permukaan lengkung iga kiri dan kanan. Kedalaman penekanan disesuaikan dengan kelompok usia penderita.
- Dewasa          : 4 - 5 cm
- Anak dan bayi : 3 - 4 cm
- Bayi               : 1,5 - 2,5 cm

Secara umum dapat dikatakan bahwa bila jantung berhenti berdenyut maka pernafasan akan langsung mengikutinya, namun keadaan ini tidak berlaku sebaliknya. Seseorang mungkin hanya mengalami kegagalan pernafasan dengan jantung masih berdenyut, akan tetapi dalam waktu singkat akan diikuti henti jantung karena kekurangan oksigen.

Pada saat terhentinya kedua sistem inilah seseorang dinyatakan sebagai mati klinis. Berbekal pengertian di atas maka selanjutnya dilakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru.

Senin, 12 September 2011

Bakti Praja Tingkat Wira Se-Jatim di STAIN Tulungagung


Peserta Bakti Praja beserta Bapak kepala sekolah dan pembina


Upacara pembukaan..........(aduuuhh puuaaannaaass puuooll)


Lomba PP .. .. .. ...< saat_saat menegangkan >


Pegeell bangEtz rekkzz dhadi Hammer....(Lomba PBT)


Wira Smago yahh Narsis Abiss...........(Lomba DU)


ahihihi...lucu banget zach....(Lomba Doras)


We Are thE Winner....(Penyerahan Piala Juara 3 Lomba PBT oleh Bapak Kepala Sekolah)

Minggu, 11 September 2011

Penilaian Korban Season 4


D. RIWAYAT KORBAN

ilustrasi gambar kartu riwayat penderita


Pada sebuah penilaian korban yang terarah, wawancara atau tanya jawab perlu dilakukan baik untuk mengetahui penyebab atau pencetus suatu kejadian, mekanisme kejadian atau perjalanan suatu penyakit.

Wawancara atau tanya jawab dapat dilakukan dengan korban (bila sadar), keluarga atau juga saksi mata dan bila memang diperlukan bisa mewawancarai semuanya guna meminta keterangan yang lebih rinci mengingat Riwayat Penyakit sangat penting pada kasus medis.

Untuk memudahkan wawancara atau tanya jawab ini dikenal dengan akronim:
K - O - M - P - A - K

K = Keluhan utama (gejala dan tanda)
Sesuatu yang sangat dikeluhkan oleh korban, gejalanya adalah hal-hal yang hanya dapat dirasakan oleh korban saja misalnya nyeri, pusing dan sakit. Tanda adalah hal yang dapat diamati oleh orang lain, baik dilihat, didengar atau diraba. Saat melakukan Tanya Jawab hindari jawaban "Ya" atau "Tidak" atau pertanyaan yang jawabannya terarah.
Usahakan memberikan pertanyaan terbuka sehingga penderita memiliki kesempatan untuk mengekspresikannya.

O = Obat-obatan yang diminum
Tanyakan apakah korban sedang dalam suatu pengobatan, mungkin saja gangguan yang dialami adalah akibat lupa meminum obat tertentu. Hal ini sering menjadi suatu pentunjuk dalam menghadapi suatu kasus medis.
Contohnya adalah seorang penderita kencing manis lupa meminum obat sebelum makan, yang mungkin akan mengalami masalah akibat kadar gula darah yang tinggi.

M = Makanan / Minuman terakhir
Peristiwa ini mungkin menjadi dasar terjadinya kehilangan respon pada korban, hal ini juga penting untuk diketahui bila ternyata korban kemudian harus menjalani pembedahan di rumah sakit.
Pertanyaan seputar ini akan sangat bermanfaat bila menemui kasus keracunan, terutama keracunan melalui saluran cerna.

P = Penyakit yang diderita
Riwayat penyakit yang sedang diderita atau pernah diderita yang mungkin berhubungan dengan keadaan yang dialami korban pada saat ini, misalnya keluhan sesak nafas dengan riwayat gangguan jantung 3 tahun yang lalu dan sebagainya.

A = Alergi yang dialami
Perlu juga diketahui apakah penyebab kelainan pada korban ini disebabkan oleh alergi terhadap bahan-bahan tertentu. Umumnya korban atau keluarganya sudah mengetahui bagaimana mengatasi keadaan darurat. Kasus alergi di Indonesia masih agak jarang walaupun kejadiannya makin meningkat.

K = Kejadian
Kejadian yang dialami korban, sebelum kecelakaan atau sebelum timbulnya gejala dan tanda penyakit yang diderita saat ini. Pertanyaan ini dapat membantu menentukan apakah suatu kasus yang kita hadapi murni trauma atau murni medis atau gabungan keduanya dimana yang satu jadi penyebab dan yang lain menjadi akibat.


ilustrasi Pemeriksaan Nadi oleh PMR Madya

E. PEMERIKSAAN BERKALA

Penilaian dan penatalaksanaan yang sudah selesai tidak berarti bahwa tugas seorang penolong telah selesai. Pemeriksaan harus terus dilakukan secara berkala sebelum korban mendapat pertolongan medis. Pemeriksaan ini bisa dengan cara mengulang dari awal atau mencari hal-hal yang terlewati.

Secara umum pada pemeriksaan berkala harus dinilai kembali:
  1. Keadaan respon
  2. Nilai kembali jalan nafas dan perbaiki bila perlu
  3. Nilai kembali pernafasan, frekuensi dan kualitasnya
  4. Periksa kembali nadi korban dan bila perlu lakukan secara rinci bila waktu memang tersedia
  5. Nilai kembali keadaan kulit, suhu, kelembaban dan kondisinya. Periksa kembali dari ujung kepala sampai ujung kaki, mungkin ada bagian yang terlewatkan atau membutuhkan pemeriksaan yang lebih teliti
  6. Periksa kembali secara seksama mungkin ada bagian yang belum diperiksa atau sengaja dilewati karena melakukan pemeriksaan terarah
  7. Nilai kembali penatalaksanaan korban, apakah sudah baik atau masih perlu ada tindakan lainnya. Periksa kembali semua pembalutan, pembidaian apakah masih cukup kuat, apakah perdarahan sudah dapat diatasi, dan bagian yang belum terawat
  8. Pertahankan komunikasi dengan korban untuk menjaga rasa aman dan nyaman

Bila korban belum stabil dan keadaannya cukup parah maka penilaian kembali dilakukan setiap 5 menit, bila sudah tenang dan stabil diulang setiap 15 menit sekali. Pilih pemeriksaan yang sesuai dengan keadaan korban, dan ingat tanda vital sebaiknya tetap diperiksa. Catat setiap perubahan yang terjadi.


F. PELAPORAN

Setelah selesai menangani korban, apabila penolong melakukannya dalam tugas maka semua pemeriksaan dan tindakan pertolongan harus dilaporkan secara singkat dan jelas kepada penolong selanjutnya.

Hal yang perlu dicantumkan dalam laporan:
- Umur dan jenis kelamin korban
- Keluhan utama
- Tingkat respon
- Keadaan jalan nafas
- Pernafasan
- Sirkulasi
- Pemeriksaan Fisik yang penting
- KOMPAK yang penting
- Penatalaksanaan
- Perkembangan lainnya yang dianggap penting

Penilaian Korban Season 3

 Setelah pada halaman sebelumnya dibahas tindakan penilaian korban meliputi penilaian keadaan (bag.1) dan penilaian dini (bag.2), maka pada halaman ini akan dibahas tentang PEMERIKSAAN FISIK. Namun topik ini akan dibagi lagi menjadi tiga bagian mengingat panjangnya topik mengenai Pemeriksaan Fisik ini.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Penatalaksanaan korban dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan fisik. Memang dalam tutorial yang diberikan, penatalaksanaan korban dilakukan secara teratur dan berurutan namun sering kali di lapangan keadaan korban yang menentukan cara anda sebagai penolong untuk memeriksa.

Setiap kali penolong menemukan gangguan apalagi yang membahayakan nyawa, maka saat itulah penanganan cedera harus dilakukan. Sebaiknya pemeriksaan korban dilakukan dulu secara cepat dan prioritaskan penanganan cedera mana yang harus didahulukan disusun. Jangan sampai penolong terjebak dalam menangani cedera yang tidak penting walau itu adahal hal yang pertama kali ditemukan dan membiarkan cedera yang lebih berat tanpa pertolongan atau terlambat.

Penilaian Terarah tujuannya adalah agar penolong dapat melakukan penatalaksanaan yang terbaik sesuai dengan keadaan yang dihadapi, juga menunjukkan sikap profesional dalam melakukan tindakan pertolongan secepatnya berorientasikan masalah yang dihadapi.

Pada KASUS TRAUMA penilaian korban harus lebih dititik beratkan pada hasil pemeriksaan fisik, baik yang terarah sesuai dengan keluhan korban atau keterangan saksi, mekanisme kejadian atau setelah seluruh pemeriksaan fisik secara menyeluruh selesai dilakukan.

Tanda vital diperiksa dan bila memungkinkan baru dilakukan wawancara untuk memperoleh riwayat korban. Pada umumnya tanda pada kasus trauma jelas terlihat dan teraba, kecuali korban mengalami cedera dibagian dalam tubuh. Pada keadaan ini mekanisme kejadian dan gejala harus dipelajari dan diteliti.

Pada kasus ini kita harus membedakan berdasarkan mekanisme cedera, apakah dinilai cederanya signifikan atau tidak. Contoh untuk cedera yang signifikan adalah :
- Terpental keluar dari kendaraan
- Adanya penumpang lain yang meninggal di ruang yang sama
- Jatuh dari ketinggian lebih dari 5 meter
- Kendaraan terbalik, melaju dengan kecepatan tinggi
- Kecelakaan sepeda motor
- Korban tidak respon atau ada gangguan status mental
- Ada luka tusuk di daerah kepala, dada atau perut

Penentuan signifikan atau tidak juga sangat dipengaruhi oleh mekanisme kejadian dan usia penderita, misalnya hal yang signifikan jika terjadi pada seorang bayi yang jatuh dari ketinggian 1 meter yang dapat berakibat fatal, atau pun orang dewasa yang jatuh dari ketinggian kurang dari 5 meter namun kepala korban yang lebih dahulu ini juga dapat berakibat fatal.

Mekanisme pada korban cedera tidak signifikan:
  • Cari penyebab terjadinya cedera (mekanisme cedera)
  • Wawancarai korban sambil menilai apakah pernafasannya cukup kuat dan ada tanda-tanda perdarahan besar atau tidak
  • Temukan riwayat yang berhubungan dengan kejadiannya dan pemeriksaan sesuai dengan keluhan penderita
  • Nilai tanda vital
  • Lakukan pemeriksaan fisik rinci sesuai dengan kebutuhan
Mekanisme pada korban cedera signifikan adalah:
  • Nilai keadaan dan tentukan kemungkinan penyebab cederanya
  • Wawancarai keluarga atau saksi mata pada saat yang bersamaan lakukan penilaian penderita untuk mengetahui keadaan yang mengancam nyawa. Stabilkan kepada dan leher penderita, periksa jalan nafas, nilai pernafasan dan nadi. Jangan lupa mencari tanda-tanda perdarahan besar
  • Lakukan penilaian trauma cepat, yaitu pemeriksaan fisik menyeluruh secara cepat dan melakukan penatalaksanaannya secara cepat pula, carilah cedera yang menyolok dan membutuhkan penanganan segera
  • Nilai tanda vital bila keadaan korban terkesan tidak stabil
  • Lakukan pemeriksaan fisik rinci bila waktu cukup tersedia
  • Ulangi penilaian tanda vital, catat perubahan yang terjadi

Pada Kasus Medis pelaku pertolongan pertama harus memperoleh riwayat korban lebih dahulu baru dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik yang diperlukan serta mencari nilai tanda vital. Hal ini dilakukan mengingat kasus medis umumnya hanya berupa gejala yang dirasakan oleh korban saja. Untuk mendapatkan data yang lengkap penolong harus dapat membuat korban / sumber informasi lain menjelaskan gejalanya secara baik dan jelas.

Di lapangan pada korban sadar biasanya penilaian terarah diatur oleh korban karena dialah yang akan mengeluh. Sangat tidak profesional bila korban mengeluhkan sesuatu tetapi penolong tidak segera menanggapinya. 

Pada kasus ini korban dibagi berdasarkan ada tidaknya respon, untuk yang tidak respon segera lakukan pemeriksaan fisik secara cepat hanya untuk memastikan ada tidaknya trauma, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan tanda vital. Bila ditemukan adanya perubahan tanda vital di luar batas normal maka anggap korban itu mengalami masalah medis.

Riwayat korban diperoleh dari keluarga atau saksi mata. Untuk korban sadar lakukan tanya jawab terlebih dahulu untuk mencari riwayat penderita, lanjutkan dengan pemeriksaan fisik sesuai dengan keluhan korban. Kasus medis biasanya tidak memerlukan pemeriksaan fisik secara rinci.

Mekanisme pada korban medis yang respon:
  • Mulai dengan tanya jawab dan lanjutkan selama menilai dan menangani korban
  • Ajukan pertanyaan yang mengarah kepada riwayat penyakitnya
  • Lakukan pemeriksaan fisik korban sesuai dengan keluhan yang diberikan saat tanya jawab
  • Nilai tanda vital

Mekanisme pada korban medis yang tidak respon:
  • Berusaha melakukan wawancara atau tanya jawab dengan keluarga atau saksi untuk mencari riwayat penyakit atau penyebabnya, namun disamping itu perlu diperhatikan:
  • Pastikan jalan nafas terbuka dengan baik, pernafasannya baik, ada nadi. Jangan lupa memeriksa ada tidaknya pendarahan besar. Lakukan penatalaksanaan sesuai dengan temuan penolong. 
  • Periksa tanda-tanda khas suatu penyakit
  • Nilai tanda vital
Pemeriksaan Korban merupakan suatu ketrampilan yang harus dilatih.
(bersambung.....)

Penilaian Korban Season 2


Pada halaman sebelumnya telah dibahas tentang Penilaian Keadaan (bag.1), dan pada halaman ini selanjutnya akan dibahas tentang Penilaian Dini. 

Memeriksa Respon

B. PENILAIAN DINI
Ditahap ini penolong harus mengenali dan mengatasi keadaan yang mengancam nyawa penderita dengan cara yang tepat, cepat dan sederhana. Bila dalam pemeriksaan ditemukan adanya masalah, khususnya pada sistem pernafasan dan sistem sirkulasi maka penolong langsung melakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar dan Resusitasi.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam Penilaian Dini adalah:

1. Kesan Umum, harus dilakukan penentuan apakah korban menderita kasus trauma atau kasus medis.
a. Kasus Trauma : kasus yang disebabkan oleh ruda paksa dengan tanda yang terlihat jelas atau teraba. Contoh : luka terbuka, luka memar, patah tulang dan sebagainya disertai dengan gangguan kesadaran.
b. Kasus Medis : kasus yang diderita seseorang tanpa ada riwayat ruda paksa. Contoh : sesak nafas atau pingsan. Pada kasus ini penolong harus lebih berupaya mencari riwayat gangguannya.
2. Memeriksa Respon
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran berat ringannya gangguan yang terjadi di  dalam otak. Respon dinilai berdasarkan reaksi yang diberikan korban terhadap rangsangan  yang diberikan oleh penolong. Respon korban dibagi menjadi 4 tingkat : AWAS, SUARA, NYERI, TIDAK-RESPON (ASNT).

Awas : Korban ini sadar dan mengetahui keberadaannya, biasanya korban tanggap terhadap orang, waktu dan tempat. Sedikit gangguan dapat bermakna. Beberapa korban mungkin terkesan sadar penuh tetapi tidak menyadari keadaan lingkungan atau dimana mereka berada.
Suara : Korban hanya bisa menjawab / bereaksi bila dipanggil atau mendengar suara. Penderita ini dikatakan respon terhadap (rangsang) suara. Seorang korban yang tidak dapat menjawab mengenai tempat dan waktu juga tergolong dalam kelompok ini. Mungkin saat itu mereka sedang mengalami kasus medis. Korban tidak pelu mampu menjawab namun dapat mengikuti perintah sederhana.
Nyeri : Korban hanya bereaksi bila diberikan respon (rangsang) nyeri, misal dengan    cubitan yang kuat, penekanan ditengah tulang dada (bila tidak ada cedera dada) oleh penolong. Bila korban respon terhadap suara, maka rangsang nyeri tidak perlu diberikan. Reaksi yang mungkin bisa dilihat ketika diberi ransang nyeri adalah membuka mata, erangan, melipat atau menjatuhkan alat gerak, dan gerakan ringan lainnya. Laporannya adalah korban respon terhadap nyeri.
Respon Nyeri

Tidak Respon : Korban tidak berekasi dengan rangsang apapun yang dilakukan penolong. Jika dijumpai kasus ini, maka penolong harus segera melakukan penatalaksanaan penanganan jalan nafas dan lainnya.

  
Catatan Khusus : Menentukan respon untuk anak kecil dan bayi agak sulit, penilaian respon ini dapat dilakukan dengan cara bagaimana mereka bereaksi terhadap lingkungannya. Umumnya mereka mengenali orang tuanya dan cenderung untuk menuju kepada mereka. Besar kemungkinan anak kecil dan bayi akan menangis bila dilakukan pemeriksaan. Mereka yang tidak mengenali orang tuanya atau tidak bereaksi pada saat diperiksa mungkin mengalami penyakit atau gangguan berat. Informasi dari orang tua atau keluarga sangat penting dan menjadi perhatian khusus.

3. Memastikan Jalan Nafas Terbuka dengan Baik (AIRWAY)
Keadaan jalan nafas dan respon korban merupakan dasar penatalaksanaan penderita. Pastikan agar jalan nafas korban terbuka dan bersih. Cara menentukan keadaan jalan nafas tergantung dari keadaan penderita apakah ada respons atau tidak.

a. Korban dengan respon baik
Perhatikan pada saat korban berbicara, perhatikan ada tidaknya gangguan suara atau gangguan berbicara, atau suara tambahan? Suara tambahan ini dapat menjadi petunjuk adanya gigi, darah atau benda lainnya dalam saluran nafas. Nilai juga apakah penderita itu dapat mengucapkan suatu kalimat tanpa terputus atau tidak.

b. Korban yang tidak respon
Perlu dilakukan tindakan segera untuk memastikan jalan nafas terbuka. Bila tidak ada kecurigaan cedera spinal gunakan teknik ANGKAT DAGU - TEKAN DAHI. Sebaliknya bila terdapat cedera spinal gunakan teknik PERASAT PENDORONGAN RAHANG BAWAH.
Pemeriksaan jalan nafas tidak hanya dilakukan satu kali saja, namun berulang kali dan terus menerus terutama pada korban yang mengalami cedera berat atau banyak muntah.
Angkat Dagu Tekan Dahi
4. Menilai Penafasan (Breathing)
Setelah jalan nafas dipastikan terbuka dengan baik dan bersih, maka anda sebagai penolong harus menentukan pernafasan penderita. Periksalah ada atau tidaknya nafas korban dengan cara LIHATDENGAR dan RASAKAN selama 3-5 detik. Penilaian ini tidak terbatas hanya pada ada atau tidak adanya nafas, tapi juga pada kualitas nafas itu sendiri, apakah korban cukup untuk mempertahankan kehidupan. Bila ternyata penderita tidak bernafas maka segera lakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar dan Resusitasi Jantung Paru.

5. Menilai Sirkulasi dan Menghentikan Pendarahan Berat.
Pada pemeriksaan ini penolong menilai apakah jantung korban melakukan tugasnya untuk memompakan darah ke seluruh tubuh atau tidak. Pastikan denyut jantung cukup baik dan tidak ada pendarahan yang membahayakan nyawa.

Menilai Sirkulasi
a. Korban Respon :
Periksa nadi radial (pergelangan tangan), untuk bayi pada nadi brakial (bagian dalam lengan atas).
Nadi Radial
b. Korban Tidak Respon
Periksa nadi karotis (leher), pada bayi tetap pada nadi brakial. pemeriksaan dilakukan dengan interval waktu 5-10 detik. Bila tidak ada segera lakukan tindakanResusitasi Jantung Paru.
Nadi Karotis
Catatan : Pada penilaian dini penolong hanya menentukan ada tidaknya nafas dan nadi. Jangan terpengaruh dengan penampilan cedera korban. Pastikan tidak ada pendarahan yang dapat mengancam nyawa, termasuk pendarahan yang tidak terlihat. Periksa benar kondisi korban, terutama yang memakai pakaian tebal dan berwarna gelap karena hal itu dapat menyembunyikan darah dalam jumlah yang cukup banyak.

6. Hubungi Bantuan
Apabila dirasa perlu atau bagi anda yang memang awam terhadap pertolongan pertama segeralah minta bantuan rujukan. Mintalah bantuan kepada orang lain untuk melakukannya atau lakukan sendiri. Pesan yang disampaikan harus singkat, jelas dan lengkap. Hubungi bantuan segera bila penolong menilai bahwa korban tidak ada respon.

Setelah melakukan penilaian dini maka segera lakukan pemeriksaan berikutnya sesuai dengan kasus yang dihadapi yaitu kasus trauma atau kasus medis. Penilaian ini dilakukan secara terarah terlebih dahulu baru dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik rinci.

Dalam Pemeriksaan Dini perlu juga dipertimbangkan prioritas transportasi korban. Apakah harus sesegera mungkin atau dapat tertunda. Penilaian terarah akan sangat membantu menentukan hal ini.

Penilaian Dini harus diselesaikan dan semua keadaan yang mengancam nyawa sudah harus ditanggulangi sebelum melanjutkan pemeriksaan fisik.

(to be continued.....)

Penilaian Korban Season 1


Ketika anda hendak memberikan pertolongan pertama pada korban, maka hal terpenting yang harus anda lakukan terlebih dahulu adalah dengan melakukan PENILAIAN baik terhadap keadaan korban maupun situasi dan kondisi secara keseluruhan.
Penilaian ini harus dilakukan dengan baik dan tepat sehingga penatalaksanaan korban dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga tidak ada satu hal pun yang terlewatkan. Penatalaksanaan korban bergantung pada kesimpulan penilaian penolong apakah korban ini tergolong suatu kasus Ruda Paksa (trauma, cedera) atau Penyakit (medis).

Adapun tindakan penilaian ini dilakukan dalam beberapa langkah yaitu:
A. Penilaian Keadaan
B. Penilaian Dini
C. Pemeriksaan Fisik
D. Riwayat Korban
E. Pemeriksaan Berkala atau Lanjut
F. Pelaporan
A. PENILAIAN KEADAAN.
Ditujukan untuk memperoleh gambaran umum tentang apa yang sedang dihadapi, faktor pendukung dan hambatan ketika sedang melakukan pertolongan pertama. Hal ini juga diperlukan untuk menilai bahaya lain yang dapat terjadi terhadap korban, penolong atau orang-orang disekitar tempat kejadian.

Tahap yang dilakukan pada penilaian keadaan ini adalah penolong harus mengamankan lokasi, penderita, penolong dan timnya serta orang-orang yang ada disekitar. Kemudian penolong harus memperkenalkan dirinya dan tim (jika dalam sebuah tim) baik kepada korban (jika sadar) dan kepada orang-orang disekitar lokasi. Tahap selanjutnya adalah penolong harus menentukan bantuan apa yang diperlukan jika dianggap perlu dan memungkinkan.

Pada Penilaian keadaan ini ada beberapa pertanyaan yang dapat membantu penolong melakukan analisa, yaitu:
a. Bagaimana kondisi saat itu?
b. Kemungkinan apa saja yang akan terjadi?
c. Bagaimana mengatasinya?
Informasi lain yang langsung dapat diperoleh dalam penilaian keadaan ini adalah:
1. Kejadian itu sendiri.
2. Korban (bila sadar)
3. Keluarga atau saksi
4. Mekanisme Kejadian
5. Perubahan bentuk yang nyata atau cedera yang jelas
6.  Gejala atau tanda khas suatu cedera atau penyakit

(to be continued.....)

Peralatan Dasar Pelaku PP


Dalam melaksanakan tugas sebagai seorang pelaku pertolongan pertama, tentunya kita memerlukan beberapa peralatan dasar. Peralatan dasar ini dapat dibagi menjadi menjadi dua kategori, yang pertama yaitu peralatan 
perlindungan diri atau yang lebih dikenal dengan Alat Perlindungan Diri (APD) dan yang kedua adalah peralatan pertolongan pertama untuk melakukan tugas.

A. Alat Pelindungan Diri (APD)
Sebagai pelaku pertolongan pertama, seseorang sangat rentan atau akan dengan mudah terpapar dengan jasad renik maupun cairan tubuh dari seorang korban yang mungkin dapat menyebabkan pelaku pertolongan pertama tersebut tertular oleh penyakit. Sebagai contoh beberapa penyakit yang dapat menular diantaranya adalah Hepatitis, TBC, HIV dan AIDS. Selain itu, APD juga berfungsi untuk mencegah penolong mengalami luka atau cedera dalam melakukan tugasnya.

Beberapa APD yaitu:

1. Sarung tangan Lateks

2. Kacamata Pelindung

3. Baju Pelindung

4. Masker Penolong

5. Masker Resusitasi

6. Helm

Catatan : Alat Pelindung Diri (APD) minimal bagi seorang pelaku pertolongan pertama adalah sarung tangan dan masker Resusitasi.

Pemakaian APD tidak sepenuhnya dapat melindungi penolong. Ada beberapa tindakan lain yang harus dilakukan sebagai tindakan pencegahan, yaitu:
1. Mencuci Tangan
2. Membersihkan Peralatan


Adapun Peralatan Pertolongan Pertama lainnya adalah:

1. Penutup Luka
    - Kasa Steril 
    - Bantalan Kasa

2. Pembalut, contoh:
    - Pembalut Gulung / Pipa
    - Pembalut Segitiga / Mitela
    - Pembalut Tubuler / Tabung
    - Pembalut Rekat / Plester

3. Cairan Antiseptik, contoh:
    - Alkohol 70%
    - Povidone iodine 10%

4. Cairan Pencuci Mata
    - Boorwater

5. Peralatan Stabilisasi, contoh:
    - Bidai
    - Papan Spinal Panjang
    - Papan Spinal Pendek

6. Gunting Pembalut
7. Pinset
8. Senter
9. Kapas
10. Selimut
11. Kartu Korban
12. Alat Tulis
13. Oksigen
14. Tensimeter dan Stetoskop
15. Tandu

Semua Peralatan diatas kecuali yang berukuran besar, dapat dimasukkan ke dalam tas  atau sejenisnya. Daftar peralatan di atas tidaklah harus selalu sama, dapat bervariasi tergantung dari kemampuan penolong dan juga ketersediaan peralatan tersebut.

Catatan : Sebagai Pelaku Pertolongan Pertama, anda harus mampu berimprovisasi mempergunakan bahan atau peralatan yang ada jika terjadi kekurangan atau ketiadaan peralatan tersebut, sehingga korban bisa ditolong dengan maksimal.

Improvisasi bukan berarti melakukan sesuatu hanya berdasarkan naluri saja tetapi harus sejalan dengan dasar-dasar dan prinsip-prinsip pertolongan pertama.